Artikel komputer, tutorial komputer, blog, seo dan belajar bisnis online gratis untuk pemula,untuk semua

Entrepreneurship Ir Ciputra

29.7.10 , Posted by Unknown at 11.04

Spirit Entrepreneurship Ir Ciputra



Krisis...Jangan Takut memulai Bisnis
Dari kediaman Ir Ciputra di Bukit Golf Pondok Indah, lahir banyak gagasan baru tentang kemandirian bisnis. Itulah rumah inspirasi dari raja properti tersebut.

Tiap pagi, pukul 06.00 WIB, Pak Ci -sapaan akrab Ir. Ciputra -sudah membolak-balik koran. Semua berita dia baca. Mulai politik, ekonomi bisnis, sosial budaya, olahraga, hingga berita-berita internasional.

Ya, semua hal dibaca dengan teliti. Bukan semata-mata berita dan informasi yang dia serap. Tetapi, inspirasi di balik aneka berita itulah yang dia tangkap. Spirit di balik peristiwa itulah yang kemudian berubah menjadi ide-ide bisnis yang cemerlang. Karena itulah, rumah di Bukit Golf Pondok Indah itu setiap pagi kebanjiran ide-ide inspiratif. ”Saya ingin, dari inspirasi itu lahir entrepreneurship dan bisa tersebar luas di seluruh negeri,” ucap peraih gelar Entrpreneur of the Year 2007 versi Ernst & Young itu.

Karena itu pula, seminggu sekali videoconference Pondok Indah-Kansas City-Surabaya akan terus dilakukan hingga enam bulan. Menyerap inspirasi dari media, yang memotret perkembangan apa saja di negeri ini. Sekaligus mendiskusikan dengan lima dosen entrepreneurship Universitas Ciputra yang dikirim untuk mengikuti Global Faculty ke Kauffman Foundation, Kansas City, AS. Sedang apa di sini dan apa yang terjadi di sana. ”Pengalaman itu penting. Melihat sendiri suasana di Kansas City, terus belajar ke Boston, dan lain-lain itu sangat berharga. Sebab, apa yang terjadi di Indonesia itu pernah juga dialami AS puluhan tahun silam,” jelas pria 77 tahun itu.

Salah satu interview dalam videoconference yang menjadi topik hangat adalah saat berbicara dengan Dr Chairy, dosen Universitas Tarumanegara, Jakarta. Menurut dia, krisis ekonomi 2008 masih terasa dampaknya hingga akhir 2009. Padahal, krisis ini baru berlangsung 2 bulan. Kali ini sasarannya bukan hanya negara sedang berkembang seperti krisis pada 1997-1998. Krisis ini justru melumpuhkan negara-negara maju. Sebut saja Selandia Baru, Jepang, Singapura, Italia, Jerman, Rusia, Inggris, Swedia, dan AS.

Indonesia sendiri, kata Chairy, mengalami masa sulit dengan depresiasi nilai rupiah terhadap USD. Berdasar data dari Bank Indonesia sepanjang 2008, rupiah masih Rp 9.000-an hingga akhir Oktober 2009. Lalu, menjadi Rp 11.000-Rp 12.000 pada awal 2009 ini. Efeknya, produk impor pasti segera naik. Dampak lain adalah ancaman pengangguran. Organisasi Pekerja Internasional (ILO) memperkirakan akhir 2009 akan terjadi pengurangan tenaga kerja tingkat dunia sekitar 20 juta. Krisis yang meneror sektor konstruksi, realestat, jasa keuangan, dan otomotif ini akan meningkatkan pengangguran hingga di atas 200 juta.

Lantas, orang berasumsi, dengan pepatah kuno: “Bukalah usaha ketika situasi ekonomi baik, atau tunggu sampai situasi ekonomi membaik.” Betulkah peluang untuk memulai usaha baru pada masa krisis tertutup rapat? Menurut Peter Kurzina dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology, dalam salah satu seminar di Kauffman Foundation, Kansas City, krisis ekonomi memang mengakibatkan situasi yang tidak menguntungkan bagi entrepreneur. Sulitnya mencari dana, risiko bisnis yang lebih tinggi, dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk break even.

Pada sisi lain, situasi krisis juga memberikan peluang untuk memulai bisnis baru karena lebih mudah memperoleh karyawan baru yang andal dengan biaya yang relatif lebih ekononis. Terutama tenaga andal yang terpaksa berhenti bekerja akibat perusahaannya mengurangi produksi atau bahkan tutup.

Situasi krisis juga memperkecil turnover karyawan. Mereka berpikir beberapa kali untuk pindah kerja. Itu menguntungkan entrepreneur untuk membangun basis SDM yang lebih kuat. Situasi krisis juga mengakibatkan persaingan menyusut baik dari sisi intensitas maupun kuantitas. Itu termasuk memperbesar kemungkinan perusahaan baru untuk bertahan, terutama pada tahap awal (start up).

Dari sisi keuangan, meminjam dana saat situasi krisis terlihat berisiko. Namun, pengalaman menunjukkan, intensitas krisis akan berkurang setelah satu-dua tahun. Itu akan diikuti dengan kondisi pertumbuhan. Membayar kembali dana pinjaman pada kondisi pertumbuhan tentunya akan sangat menolong.

Literatur Perilaku Konsumen menunjukkan, dalam situasi krisis, konsumen tetap akan melanjutkan konsumsinya, namun dengan perilaku yang berbeda. Contohnya, konsumen akan mengubah perilaku konsumsinya dengan mempertimbangkan empat faktor. Yaitu, harga, kuantitas, kualitas, dan gaya hidup. Harga diwujudkan dengan membeli produk yang lebih murah. Kuantitas, membeli produk dalam jumlah lebih sedikit. Kualitas, lebih rendah karena harga lebih murah dan tidak tahan lama. Atau sebaliknya, kualitas terbaik, namun lebih tahan lama dengan harga yang lebih tinggi. Gaya hidup diwujudkan dengan mengubah gaya konsumsi. Misalnya, produk do it yourself lebih irit. Misalnya, melakukan sendiri ganti oli mesin, tidak perlu ke bengkel. Jadi, tetap saja terdapat peluang usaha baru dengan menawarkan produk yang mengombinasikan aspek harga, kualitas, kuantitas, dan gaya hidup konsumen.

Contoh nyata, krisis AS pada 1970-an, tidak menyurutkan niat entrepreneur seperti Bill Gates dan Paul Allen untuk memulai bisnisnya (Microsoft) pada 1975. Demikian juga, Steve Jobs dan kawan-kawannya membentuk Apple Inc pada 1976. Sejarah telah membuktikan bahwa Microsoft dan Apple Inc merupakan perusahaan terbesar di dunia yang dimulai saat krisis ekonomi. Karena itu, jangan ragu untuk memanfaatkan kesempatan dan memahami perilaku konsumen pada masa krisis.



Artikel Terkait:

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar

Apakah ada pendapat lain teman ??